Welcome to My Blog... Keluarga besar daus-arrafi.blogspot.com or cafebebas.net.tf mengucapkan Dirgahayu Republik Indonesia yang ke 67 tahun dan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H, Minal Aidin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Bathin.
Masukan Nama Penyanyi / Judul Lagu

Minggu, 26 Juni 2011

Orang-Orang di Pinggiran Kampus

A.    Definisi dan Tipologi Mahasiswa
Mahasiswa menurut definisi yang kita dapatkan semenjak pertama kali masuk dalam dunia kampus adalah “Orang yang terdaftar di Perguruan Tinggi dan Mengikuti Semester Berjalan”. Secara administrative definisi mahasiswa seperti yang dikemukakan diatas memang benar. Namun seiring perjalanan intelektual penulis, penulis menemukan beberapa type-type mahasiswa sesuai dengan kecenderungannya. Dalam bukunya Alto MakmurAlto, seorang mahasiswa Elektronika angkatan ‘99’ yang menyelesaikan program study D3 nya selama 6 Tahun yang berjudul “Dalam Diam Kita Tertindas” membagi mahasiswa kedalam 2 jenis, yakni mahasiswa apatis dan mahasiswa aktifis. Mahasiswa apatis adalah mereka yang sibuk dengan dirinya sendiri dan tidak terlalu peduli dengan keadaan di sekitarnya dan kondisi sosia politik yang sedang  berlangsung. Kemudian jenis mahasiswa apatis ini terbagi lagi atas:
  1. Mahasiswa Pinggiran yakni mahasiswa yang berasal dari kelompok menengah kebawah yang datang kuliah hanya untuk memperbaiki ekonomi keluarganya dan mengangkat stasus socialnya dalam masyarakat. Tipe mahasiswa macam ini biasanya tidak mau terlibat dalam gerakan-gerakan kemahasiswaan karna takut mengambil resiko yang buruk misanya lambat selesai dan kuliah akan ambruk, yang berarti biaya kulia akan semakin membengkak.
  2. Mahasiswa Salon yakni mahasiswa yang hanya datang kekampus hanya ingin pamer gaya, perlihatkan trend yang lagi hangat serta menceritakan keteman-temannya film baru yang ia tonton di bioskop, memperlihatkan model rambut terbarunya serta membicarakan pacar barunya yang baru ia gaet di mall waktu malam minggu. Mereka sama sekali tidak peduli dan tidak mau peduli dengan keadaan sekitarnya, apalagi berbicara gerakan mahasiswa, karna mereka memang tidak mau peduli dengan orang lain apalagi wacana intelektual.
  3. Mahasiswa jalan pintas , yaitu mahasiswa yang semata-mata hanya mengejar gelar, tidak peduli cara yang ditempuh illegal atau tidak. Prakti-prakti menjilat dan “memperkosa”  intelektual. Mereka sama sekali tak mau mengurusi gerakan kemahasiswaan karna itu bisa menghambat mereka untuk selesai dan memperoleh nilai IPK yang buruk.
  4. Mahasiswa anak mami yakni mahasiswa yang sangat akademistik, sibuk dengan tugas-tugas kuliah, konsultasi dengan dosen, menghabiskan banyak waktu di Lab sehingga tak ada waktu untuk memikirkan yang lain, apalagi memikirkan gerakan mahasiswa yang jelas-jelas tidak ada efeknya bagi dirinya.
Kemudian ada juga tipe mahasiswa aktifis yang kemudian terbagi lagi ke dalam 3 golongan yakni;
  1. Aktifis Fungsionaris. Mahasiswa tipe ini terlibat aktif dalam kepengurusan (pengurus, panitia, peserta dll)  tapi tidak terlibat sepenuhnya pada gerakan mahasiswa.
  2. Aktifis Pragmatis, Mahasiswa tipe ini adalah mahasiswa yang betul – betul terlibat dalam gerakan kemahasiswaan, tapi mereka menggunakan keterlibatannya itu untuk kepentingan dirinya sendiri, dekat dengan pejabat, menjadi populis dan sebagainya agar kelak di kemudian hari mereka bisa mendapatkan kedudukan politik yang lebih baik serta ekonomi yang lebih baik pula.
  3. Aktifis Kritis Idealis. Mahasiswa tipe ini adalah mahasiswa yang betul – betul terlibat dalam grakan kemahasiswaan dan murni untuk pembelaan rakyat, berjuang demi kepentingan orang banyak tampa pamrih serta lebih banyak hidupnya diabdikan untuk masyarakat. Tipe mahasiswa macam ini pada umumnya akademiknya anjlok, lama selesai serta memiliki IPK yang buruk Tipe mahasiswa macam ini sudah jarang ditemui dan hamper punah. Mereka meninggalkan akademik demi pengabdian kepada masyarakat dan menginginkan adanya perubahan kearah yang lebih baik.
  4. Aktifis Kritis Idealis Akademisi. Mahasiswa macam ini adalah tipe mahasiswa yang sempurna, disamping dia sebagai seorang aktifis idealis dan kritis dia juga rajin dalam menjalani rutinitas akademik, Namun sangat susah mengawikan antara kritis dan rutinitas-rutinitas akademik karna umumnya mahasiswa yang kritis akan mengkritisi system pengajaran yang bergaya konservatif, anti kritik dan bergaya bank (murid adalah tabungan kosong yang senantiasa harus diisi oleh pemilik kebenaran yakni pengajar). Mahasiswa yang pernah membaca konsep pendidikan ala Paul Freire dan pemikir-pemikir pendidikan yang kritis umumnya akan selalu membantah model pembelajaran yang ada di ruang kuliah dan hal ini akan menimbulkan ancaman terhadap akademiknya.
Seiring perjalanan waktu yang semakin hari semakin menekan dan memaksa kita untuk segera menyelesaikan studi. Hal ini membuat prosentasi mahasiswa apatis lebih meningkat daripada mahasiswa aktifis, jumlah peserta pengkaderan semakin hari semakin menurun dan bahkan hampIr pula punah, tinggal sedikit orang yang mau ikut dalam lembaga kemahasiswaan untuk bersama-sama memperjuangkan hak rakyat, mereka kebanyakan memilih duduk manis di bangku perkuliahan dan habis perkuliahan mereka lebih banyak memilih mejeng ke mall atau ngapel dirumah pacarnya atau lebih senang menghabiskan waktu di rental playstation bersama temannya atau lebih parah lagi menikmati indahnya dunia malam yang erotis (dugem). Mereka tak mau ambil pusing dengan kondisi social sekitarnya, lebih nikmat berduaan bersama pujaan hatinya di Mall ketimbang berpanas-panas ria mendampingi pedagang-pedagang kaki lima yang akan digusur oleh pemerintah dan sebagainya.

B. Mahasiswa yang Terasing
Dominasi mahasiswa akademisi dikampus menjadikan mahasiswa yang merasa dirinya aktifis menjadi terasing dalam kampus, dianggap “bodoh”  oleh sebagian mereka yang merasa pintar dalam dunia akademik, merasa sombong karna bisa dekat dengan dosen dan diangkat menjadi asistennya. Dengan bangga memperlihatkan nilai “A” yang diperolehnya dengan sangat manipulatif. Dia menjadi bahan tertawaan karna tidak mampu mengikuti mode yang sedang berkembang serta dianggap kampungan karna belum nonton film terbaru di bioskop dan belum punya pacar. Kultur yang sangat hedonistic telah menjadikan hampIr semua mahasiswa menjadi apatis, tak peduli dengan kondisi masyarakat disekitarnya dan bahkan ada sebagian dari mereka yang menganggap masyarakat yang digusur tersebut memang layak digusur karna mereka hanyalah sampah yang semestinya memang harus disingkirkan demi memenuhi criteria dari globaliasi dan modernisasi. Tak sedikit diantara mahasiswa yang apatis ini menganggap bahwa berlembaga hanyalah membuang-buang waktu sehingga mereka selalu memandang miris orang-orang yang aktif di lemabaga kemahasiswaan.

C. Mahasiswa di Pinggiran Kampus
Biasanya mahasiswa aktifis yang lebih banyak waktunya diluar kampus dan lebih banyak mendapatkan ilmu diluar kampus tak mendapatkan tempat di kampus. Mereka hanya patut hidup dipinggiran kampus, ditengah-tengah ruang perkuliahan, mereka hanya menjadi referensi buruk dari sebagian dosen yang mengajar, sehingga menjadikan mereka enggan untuk mengikuti rutinitas-rutinitas akademik. Pendidikan yang senantiasa berorientasi pada dunia kerja, dengan dalih persaingan global namun pada dasarnya mencoba merakit kita menjadi robot-robot pelayan globalisasi. Namun menurut penulis setidaknya orang-orang yang berada dipinggiran kampus tersebut memiliki kemerdekaan, paling tidak dia tidak menjadi mahasiswa-mahasiswa penghamba nilai dan berparadigma ABS (Asal Bos Senang). Ruang perkuliahan bukanlah tempat memanusiakan manusia namun lebih sebagai tempat merobotkan manusia (Robotisasi Mahasiswa), membuat kita terasing dengan kondisi sebenarnya dan menjauhkan kita dari realitas social yang sangat menyedihkan, menjadikan kita bermental anjing herder karna ketakutan lama selesai dan IPK akan ambruk sehingga menyulap kita menjadi orang-orang penurut dan bekerja sesuai instruksi bukan nurani, sebagaimana robot yang bekerja sesuai dengan tombol-tombol yang telah didesaign oleh sang majikan tanpa pernah bisa berbuat diluar kehendak tombol. Hanya robot yang tidak memiliki kepedulian social, namun apabila manusia juga tidak memiliki kepedulian social maka mungkin tak ada salahnya kita menyebut mereka juga adalah robot.



Penulis adalah Kanda Edi Saputra P yang merupakan Alumni dari Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika FT UNM. Dulunya ketika beliau membuat tulisan ini, beliau termasuk Mahasiswa yang Malas dan Muak dengan Pendidikan Formal.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes